Namanya Sukadir, guru SDN 15 Merah Arai. Kami biasa menyapanya Pak Kadir. Berparas tua namun masih berjiwa muda. Bulan Mei tahun lalu, dia pensiun. Boleh dibilang kami kehilangan teman yang lucu dan guru yang hebat. Tua-tua keladi, biarpun tua semangat mengajarnya makin jadi. Orangnya kreatif dan inovatif. Siapa saja yang memiliki pikiran terbuka dan optimis akan bersepakat dengan apapun yang dilakukan oleh pak Kadir.
Pak Kadir menjadi guru pada tahun 1980 setelah berhasil menyisihkan ribuan pesaing dalam seleksi guru PNS saat itu. Awalnya tidak begitu menyukai menjadi guru, karena hobi pak Kadir adalah bertani. Saat itu, Pak Kadir mengikuti tes secara bersamaan yaitu tes guru dan penyuluh pertanian. Saat pengumuman kelulusan, dua propesi yang di tes semunya lulus. Maka galaulah pak Kadir. Hatinya lebih memilih menjadi penyuluh pertanian. Akhirnya beliau menetapkan hati mengambil penyuluh pertanian dan meninggalkna guru.
Proses daftar ulang pun tiba. Dulu, untuk menuju kota Sintang dari Desa Merah Arai memakan waktu berhari-hari menggunakan sampan dayung. Pak Kadir melakukannya demi untuk menjadi PNS. Setibanya di kota Sintang, ada kabar kalau tempat pendaftaran ulang dilaksanakan di Pontianak. Maka termenung sambil menyerahkan diri pada Tuhan. Bagaimana caranya bisa ke Pontianak dengan waktu yang sesingkat ini. Tidak berhenti disitu, karena tekatnya menjadi PNS sangat kuat maka ditunggulah bus di pinggir jalan. Berjam-jam dan sampai berhari-hari bus pun tak kunjung tiba. Akhirnya pak Kadir menyerah dan mengurungkan niat menjadi Penyuluh pertanian dan kembali memilih menjadi guru.
SK pertama pak Kadir di SDN 15 Semadai. SD 15 Merah Arai sudah dibangun secara swadaya oleh masyarakat pada tahun 1980, dan tahun 1981 masih kosong tidak ada siswa apalagi guru. Pada September 1982 pak Kadir dipanggil untuk pulang kampung dan mengajar di kampung halamannya. Beliau satu-satunya guru dan saat itu hanya menerima 1 kelas saja. Siswanya cuma 40 orang. Itupun jumlah yang didapat dari hasil jemput bola, atau dipaksa untuk mau sekolah.
Jaman dulu, masyarakat masih berpikir jika anak mereka sekolah, maka akan diambil oleh Belanda atau Jepang dan tidak akan pulang lagi ke kampung halaman, itu alasan orang jaman dulu tidak mau menyekolahkan anaknya. Mereka takut kehilangan anak. Pola pikir seperti inilah yang terus berusaha untuk dirubah oleh Pak kadir. Menjelaskan pentingnya sekolah, supaya harta tidak diambil orang lain, kita tidak ditipu oleh orang kota. Jika kita pintar maka bisa menjual hasil panen dengan harga lebih tinggi di kota dan kita bisa membangun desa dengan baik. Bahasa-bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh orang desa adalah jurus jitu yang digunakan pak Kadir.
Pak Kadir ini akalanya banyak, mengunjungi dusun-dusun yang banyak anak-anak dan menjumpai orang tua mereka pada saat musim panen. Pada musim panen, orang sedang dalam keadaan senang dan bahagia sehingga apa yang ingin kita sampaikan akan didengar dan disambut dengan baik, setidaknya dipertimbangkan. Orang desa saat itu masih sangat hormat pada guru, sehingga jika ada guru yang datang ke rumah, ada dua tanda yaitu tanda berkah atau bahaya.
Hasil dari perjuangan pak Kadir jaman muda dulu sudah bisa dilihat sekarang. Banyak penduduk desa yang dulunya dipaksa sekolah sekarang sudah menjadi tokoh dan hidup senang. Ada yang menjadi kepala desa, PNS, petani sukses dan banyak lainya.
Sampai sekarang, pak Kadir masih menjadi orang yang dihormati di Desa, ingatannya masih kuat, matanya masih terang dan fisiknya pun masih kuat. Beliau menghabiskan masa tua dengan bertani dan mencari ikan di sungai. Rupanya, hamper 80 % masyarakat Merah Arai, nama mereka adalah hasil olah pikir pak Kadir. Begitu lahir anak, langsung tanya pak Kadir, siapa saya kasi nama?.
0 komentar:
Posting Komentar