Mencari kayu bakar bersama Tias dkk |
BILA KATA BERKATA
Banyak temanku dan tak kurang saudara,
Dari pelabuhan arif pangkalan cendikia,
Di seleksi sebelum melewati selat produksi,
Kau sambut gembira kedatanganku di taman ria,
Kau semayamkan aku di atas kertas mulus ceria,
Menjenguk dan menziarahiku adalah kegiatan rutin yang senantiasa kau lakukan,
Pantas bin wajar bila: S-U-K-S-E-S,
Kusandangkan kepadamu sebagai imbalan yang senono.
Tetapi bagimu wahai saudagar sial,
Dari waktu ke waktu kau hanya membangun mahligai dungu
di atas tumpukan harta malasmu,
Kehadiranku adalah penghalang rekreasi dan penutup peluang pulang mudikmu,
Dengan berat hati berbaur santai kau menyambutku,
Kemudian kau campakkan aku kedalam belukar onak berduri,
Lalu kau lari meninggalkanku,
Aku tak kuasa mengejarmu,
Tetapi: G-A-G-A-L selalu memburuimu.
******
Puisi
ini karangan M.R. Sarabiti yang merupakan orang tua angkat saya di
tempat penugasan, puisi yang dibuat ketika masih menjadi guru pada tahun
70-an dulu sangat cocok untuk menggambarkan sosok anak-anak kebanggaan
saya di sekolah.
Sekolah
kecil di desa terpencil yang hanya mempunyai 60 murid dan dua asrama
untuk putri dan putra. Murid di sekolah ini mayoritas berasal dari desa
setempat dan sebagian dari desa tetangga yang jauh tanpa akses jalan
yang bagus. Untuk murid yang berasal dari desa yang jauh disediakan
asrama oleh sekolah. Mereka tidak banyak, cuma delapan orang laki-laki
dan sepuluh orang perempuan.
Rumah
anak-anak yang tinggal di asrama sangat jauh, butuh waktu berjam-jam
untuk bisa berangkat ke sekolah dengan melewati jalan setapak dan hutan.
Kalau mereka tidak tinggal di asrama maka akan menguras banyak waktu
dan tenaga sehingga saat berada di sekolah mereka tidak akan bisa
belajar dengan baik, namun untuk mensiasati itu mereka lebih memilih
tinggal di asrama dan melakukan aktivitas layaknya anak asrama.
*****
Namanya
Tias, anak laki-laki bertubuh tegap dan lebih tinggi dari teman-teman
sebayanya. Rajin, pandai dan pekerja keras. Hari-harinya penuh dengan
kegiatan yang bermanfaat bahkan juga aktif di Gereja. Menurut saya dia
memang beda dari siswa yang lain, anak ini lebih berani, kreatif, rajin
dan sangat menonjol. Tidak sedikit pekerjaan saya dibantu oleh anak ini
mulai dari mengangkut air, mencari kayu dan kadang-kadang mencarikan
sayur di hutan.
Sabtu
sore banyak anak-anak asrama yang pulang ke kampung halamannya tetapi
tidak dengan Tias, dia lebih memilih untuk tidak pulang dan aktif pada
kegiatan Gereja juga kegiatan masyarakat, olahraga dan pengembangan
diri. Maka, saya memprediksi bahwa anak ini akan menjadi orang yang
sukses suatu saat kelak, dengan tipikal seperti itu merupakan ciri-ciri
orang luar biasa.
Biarpun
serba keterbatasan, asrama tanpa listrik tapi dia menggunakan pelita
untuk belajar di malam hari, tidak dengan anak-anak lain yang memilih
tidur. Ada saja ide-ide kreatif yang timbul dari benaknya.
Di
depan asrama ada kran pipa yang mengaliri air ke seluruh kampung, kran
itu sedikit rusak, ketika air di bak penampungan meluap maka kran itu
akan bocor, di sinilah Tias menggunakan ide kreatifnya dengan
memanfaatkan kran yang bocor itu untuk menampung air sehingga bisa
dimanfaatkan oleh seluruh anak asrama tak terkecuali saya. Cukup dengan
menggunakan dedaunan di pinggir hutan maka ember dan jerengen kami
mengantri untuk dialiri air. Sayang pak guru, air akan mubazir kalau
tidak dimanfaatkan, cetus Tias. Sejak itulah kami tidak perlu lagi
menempuh jarak 300 m untuk mengambil air di bak penampungan, sekarang
hanya dengan 3 m saja kebutuhan air untuk mandi dan masak sudah bisa
terpenuhi. Sejak itulah kami menjuluki Tias sebagai pahlawan air.
[Darbe]
[Lerek, 15 Februari 2013]
0 komentar:
Posting Komentar