[Majalah Dinding SMPN 2 Atadei, Lembata, NTT] |
Setelah
sekian lama merencanakan, akhirnya terealisasi juga. Sebuah karya tim
kreatif SMPN 2 Atadei-Lerek dengan perlengkapan dan peralatan seadanya
dipoles oleh tangan-tangan kreatif. Akhirnya, Alhamdulillah majalah
dinding pertama selama 57 tahun sekolah kami berdiri dan hari ini
diresmikan. Alangkah senangnya kalau sekolah kita punya Majalah Dinding
yang menarik dan tidak membosankan. Majalah Dinding atau MADING, hampir
setiap kita tahu benda apa itu. Sayangnya keberadaan mading sering kali
hanya identik dengan pekerjaan tempel-menempel. Mading sebenarnya bisa
menjadi media yang sangat efektif dalam menyebarkan informasi jika kita
memperhatikan aspek-aspek pengelolaannya dengan cermat untuk kemudian
merancang sebuah pengelolaan yang profesional.
Semua itu berawal dari coretan di dinding sekolah, pintu, meja belajar, semua itu mempunyai nilai seni yang tak ternilai. Apalagi lagi dengan melihat perkerjaan tangan para siswa yang tidak pernah mengenyampingkan nilai seni dan kerapian. Sayang sekali kalau bakat-bakat ini tidak dimanfaatkan dengan baik. Daripada anak-anak di sekolah menyalurkan bakat ke arah yang merusak fasilitas negara kenapa tidak diarahkan ke hal positif. Berawal dari itu, sehingga saya bersama teman-teman guru berinisiatif untuk membuat sebuah papan kecil tapi menarik yang digunakan untuk menempelkan karya-karya siswa yang selama ini tidak tersalurkan. Awalnya pesimis akan tercapainya program ini, apalagi mading merupakan hal baru, program yang belum pernah ada disekolah kami belum lagi dengan keuangan sekolah yang selalu defisit. Tetapi dengan niat dan kerja keras, kami kesampingkan hal-hal negatif itu dengan satu tekat bahwa di sekolah kami harus ada majalah dinding sehingga bakat siswa bisa tersalurkan dengan baik.
Dengan mengambil prinsip teman seperjuangan di Banda Aceh dulu Murah,meriah, mewah dan berkualitas, kami menyempatkan diri untuk masuk ke ruangan kumuh, berdebu dan gelap, sampai ada siswa yang mengatakan bahwa ruangan tersebut adalah ruangan hantu. Ya. Gudang sekolah, tempat berkumpulnya benda-benda rusak yang tak terpakai lagi dan siap untuk dibumi hanguskan. Banyak benda-benda yang menurut saya masi bisa dimanfaatkan untuk membuat mading. Kami berhasil menemukan papan tulis bekas, bingkai, paku, bahkan cat kayu. Apa yang kami temukan sangat membantu untuk bahan baku mading. Selanjutnya kami manfaatkan papan tulis bekas yang sudah menjadi santapan rayap dipadukan dengan bingkai bekas lalu dicat, sehingga jadilah sebuah papan yang siap untuk dijadikan tempat tempel-menempel. Setelah ditempel di dinding, kelihatannya masi belum menarik dan masi harus dipoles sedemikian rupa supaya terlihat indah dan menarik. Sepertinya harus kita tempel gabus lalu dilapisi dengan hambal biru supaya terlihat keren, kata teman guru.
Semua asisoris dan bahan lain yang kami butuhkan untuk mading tidak bisa kami peroleh di desa. Itupun hanya dijual di kota dengan perjalanan sangat jauh dan sangat sulit untuk membawanya, apalagi gabus yang ukurannya 1,2 x 1 meter sangat rawan patah. Karena tekat semangat tadi, kami harus membeli kebutuhan mading itu di kota, mulai dari gabus, ambal, paku tekan warna-warni, lem dan kertas avogado.
Kerja sama semua siswa termasuk guru sangat luar biasa, semua mempunyai peran dalam pembuatan mading tersebut, terkesan mading yang kami buat adalah mading yang dipersiapkan untuk diperlombakan sehingga semua orang menyibukkan diri dan berpartisipasi. Semua yang kami lakukan demi untuk kemajuan sekolah, apalagi mading yang dibuat adalah mading pertama semenjak sekolah kami ada. Mading yang sederhana tapi mempesona dengan penuh warna sengaja kami hadirkan dimana sepenuhnya pengelolaannya dikelola oleh OSIS SMPN 2 Atadei.
Karena sekolah pedalaman dengan pola pikir yang masih minim, perlu kerja keras untuk meyakinkan semua pihak bahwa mading itu adalah media yang bagus sebagai sumber informasi dan pengetahuan sehingga ada rasa memiliki dan menjaga mading itu dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Karena ini adalah mading pertama sekolah dan kami pikir harus dilakukan uji coba, yang meliputi uji keamanan, kenyamnan dan partisipasi siswa. Selama satu minggu proses uji coba, Alhandulillah semua uji berhasil dilakukan dengan tingkat keamanan dan kenyamanan sangat terjamin dibarengi partisipasi yang luar biasa, sekalipun masih banyak siswa yang bingung mau membuat apa dan bagaimana, dengan kurangnya pemahaman, pengetahuan tekhnologi dan keterbatasan fasilitas pendukung untuk membuat isi dalam rubik mading. Untuk meminimalisir hal itu, dalam waktu dekat ini kami akan membuat pelatihan pembuatan dan pengelolaan mading berbasis alam dimana semua fasilitas pendukung mading berasal dari bahan-bahan bekas dan alam sekitar. Semua bisa dimanfaatkan dan akan menghasilkan nilai seni yang tak ternilai harganya.
Dimana ada kemauan pasti ada jalan.
[Maret 2013. M. Darmansyah]
0 komentar:
Posting Komentar