[Almarhum Masril, Guru SM3T] |
Kepergian Masril menjadi duka amat dalam bagi seluruh Insan pendidikan di Indonesia, khususnya Aceh. Bagai mana tidak, pemuda baik ini telah memberikan banyak hal positif bagi kemajuan pendidikan Indonesia khususnya di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Satu tuhun Masril di daerah pengabdian, Dia mengispirasi juga memberi banyak arti bagi anak-anak dan masyarakat sekitar. Di akhir tugas, seharusnya perpisahan yang dilakukan di sekolah hanyalah perpisahan jarak dan waktu saja namun kali ini perpisahan yang dilakukan adalah perpisahan untuk selama-lamanya. Kita yakin, Masril meninggalkan catatan baik bagi masyarakat disana, dia juga menitipkan secercah harapan bagi anak-anak tercinta. Ketika anak-anak itu berhasil nanti dia akan bilang “Almarhum Masril adalah guru terbaik kami”.
Sebagai teman, kami tidak bisa berbuat banyak, karena ini urusan Pencipta, urusan Masril dengan Allah. Kami sebagai teman hanya bisa mengirimkan Doa dan menghibur keluarga yang ditinggalkan. Kami akan sampaikan kepada orang tua Masril bahwa dia adalah guru yang baik dan bangsa ini telah kehilangan putra terbaiknya.
Kepulangan Masril seharusnya di sambut dengan air mata bahagia bukan dengan air mata duka, air mata yang membasahi pipi semua orang, semua insan pendidikan terutama teman-teman Masril di SM-3T Universitas Syiah Kuala. Masril pergi terlalu cepat, teman. Dia belum sempat menginjakkan tanah indatu. Dia belum sempat melihat air mata bahagia kedua orang tuanya, dia belum sempat dan tidak akan pernah mendapatkan titel “Gr” di belakang namanya. Namun, kita Insya Allah akan mendapatkan titel “Gr” itu, sebagai tanda sudah disertivikasi dan menjadi guru profesional. Kita akan melalui semua proses tersebut. Namun, tidak dengan pria gendut dan berbulu itu. Dia lebih dahulu mendapatkan titel “Alm” di depan namanya. Masril terlalu cepat pergi nampun kita tidak bisa menghalanginya karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambanya. Semua itu kehendak Ilahi. Kita semua berjanji akan melanjutkan perjuangan dan cita-cita Masril yang belum tercapai.
Kali ini, air mata yang kita keluarkan adalah air mata sedih dan kecewa. Bagaimana tidak, kita semua ingin melihat jasad Masril dimakamkan di Aceh ditanah dimana Masril dilahirkan tapi Allah berkehendak lain, Masril harus dimakamkan di temapat dia mengabdi, ditempat dia menorehkan tinta emas yang bertuliskan:
Aku adalah seorang guru, aku pergi bukan karena berkhianat, bukan karena berbuat salah tetapi aku pergi karena Allah telah memanggilku namun aku telah mengabdi, aku telah berbuat banyak, aku telah memberikan sesuatu terhadap bangsa tercinta ini.
Masril telah di makamkan di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan berbagai alasan dan sebab. Sebab dan alasan itu hanya Allah yang tau.
Jujur. Kami kecewa, sedih dan penuh penyesalan. Kami hanyalah sebagai teman. Coba bayangkan bagaimana keluarga yang ditinggalkan, bagai mana perasaan mereka, mereka sangat terpukul sekalipun mereka telah mengikhlaskan bahkan mengizinkan Masril untuk dimakamkan di tempat dia mengabdi tetapi hati kecil mereka tetap mengatakan TIDAK. Sekian lama mereka menanti kepulangan Masril, sekian lama mereka bersabar, sekian lama mereka memendam rasa rindu terhadap anak tercintanya. Jangankan melihat senyum Masril, jasadnyapun tidak akan pernah mereka lihat. Orang tua mana yang tega untuk tidak melihat jasad anaknya terakhir kalinya?. Teman mana yang tega meninggalkan temannya sendirian di tanah orang, apalagi yang ditinggalkan adalah tubuh yang tak bernyawa. Mereka semu tidak tega, mereka semua tidak ikhlas tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak mampu, mereka juga tidak punya wewenang karena masih ada orang yang paling mampu dan berwenang dalam memulangkan jasad anak malang tersebut.
Kami semua memilih yakin, Pemerintah Kepulauan Anambas, LPTK Universitas Syiah Kuala dan Kementrian Pendidikan Nasional telah berusaha sebisa mungkin untuk memulangkan jenazah Masril ke Aceh sekalipun usaha yang mereka lakukan tidak berhasil. Kami pun memilih yakin bahwa koordinasi dan metode yang dipilih kurang maksimal sekalipun kami tidak menyalahkan pihak-pihak tertentu tetapi setidaknya kita semua sudah belajar dari kasus sebelumnya. Kasus Masril bukanlah barang baru, bukan pertama kalinya terjadi di tubuh SM-3T Indonesia, kasus yang serupa juga pernah terjadi tahun lalu yang menimpa dua orang guru SM-3T asal UPI Bandung yang meninggal di Aceh Timur namun mereka bisa dipulangkan dan dimakamkan ke daerah asalnya di Bandung. Kenapa guru SM-3T Aceh tidak bisa dipulangkan?. Kira-kira apa penyebabnya?
SM-3T adalah program nasional, program yang gaungnya mengguncang Indonesia tetapi hal-hal seperti ini kenapa tidak bisa diselesaikan. Dulu, kita mentandatangani surat pernyataan; siap ditempatkan dimana saja bukan siap dimakamkan dimanan saja. Ya. Hari ini terjadi pada teman kita, besok, lusa dan suatu saat nanti pasti akan terjadi pada kita dan adik-adik kita yang sedang bertugas di pelosok-pelosok Indoensia. Kita semua tidak ingin peristiwa ini terjadi pada generasi-generasi selanjutnya. Cukuplah Masril yang menjadi korban ketidak mampuan pihak-pihak tertentu dalam berkerja jangan sampai terjadi kepada orang lain.
Hari ini, kami sedang menunggu jawab resmi dari penanggung jawab program, apa pasal jenazah Masril tidak dibawa pulang ke Aceh? Maut memang bukan urusan manusia dan diluar kemampuan manusia, itu semua rahasia Ilahi tetapi membawa dan mengurus orang meninggal adalah urusan dan semua manusia mampu melakukannya. Jangan bilang kalau jenazah Masril tidak dipulangkan karena alasan “biaya”, sekalipun itu benar tapi kami akan sangat sedih dan kecewa mendengarnya. Semoga saja langkah yang telah di ambil oleh semua pihak telah benar dan Allah akan sangat Meridhainya. Kalaupun langkah yang diambil keliru semoga Allah memaafkannya.
Doa kami untuk Almarhum Masril; semoga mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah dan semoga Allah mengampuni semua kekhilafan yang telah Masril perbuat selama ini.
Semoga keluarga yang ditinggalkan tabah dan ikhlas menerimanya.
Salam Maju Bersama.
*Lembata dan Sanggau akan selalu bersama teman-teman Anambas.
[M. Darmansyah Hasbi]
0 komentar:
Posting Komentar