Saya
punya kebiasaan ketika selesai nonton sebuah film maka film tersebut
akan dihapus tujuannya untuk menghemat penggunaan hardisk. Kali ini saya
tidak menghapusnya, kenapa? Karena filmnya bagus dan layak untuk
ditonton berulang kali.
Judul filmnya adalah `Front of the Class`, film yang menceritakan seorang guru yang mempunyai penyakit Tourette Syndrome
namun tetap berusaha dan bekerja keras untuk menjadi guru yang baik,
guru yang dicintai oleh semua orang, guru yang kehadirannya sangat
ditunggu-tunggu dan pastinya guru yang mengispirasi.
Film ini diangkat dari kisah nyata Brad Cohen seorang penderita Tourette Syndrome. Tourette Syndrome
adalah penyakit neuropsikiatrik yang membuat seseorang mengeluarkan
ucapan atau gerakan yang spontan tanpa bisa mengontrolnya. Penyakit ini
diwariskan secara turun temurun dan seringkali dikaitkan dengan
pengeluaran ucapan kata-kata kotor, kasar, atau menghina yang tak dapat
ditahan.
Ceritanya
begini. Cohen kecil kerap diperlakukan tidak enak di sekolahnya,
penyakit yang dideritanya kerap membuat teman-temannya di kelas menghina
dan menertawainya tidak terkecuali guru Cohen sendiri yang selalu
dibuatnya kesal. Hal ini disebabkan karena Cohen kerap mengeluarkan
suara-suara aneh dengan gerakan-gerakan kepala dan kaki dimana aktivitas
ini sangat mengganggu aktivitas belajar mengajar di dalam kelas.
Teman-teman dan guru Cohen menganggap apa yang dilakukan oleh Cohen
adalah kesengajaan untuk mengacaukan aktivitas belajar padahal perilaku
yang Cohen lakukan diluar kesadarannya seperti halnya bersin atau gatal
tidak ada yang bisa menahannya.
Perilaku
yang tidak biasa ini membuat para guru kesal dan melaporkan perilaku
Cohen kepada kepala sekolah. Pihak sekolah memanggil orang tua Cohen
untuk melaporkan perilaku Cohen di sekolah. Setelah menjelaskan panjang
lebar tentang Tourette Syndrome yang diderita Cohen barulah kepala sekolah mengerti dan memakluminya.
Cohen
merasa ketakutan ketika dijumpai oleh kepala sekolah, karena Cohen
kawatir kepala sekolah melarang Cohen untuk pergi sekolah karena
sakitnya ini. Dengan tatapan tajam kepala sekolah menyuruh Cohen
menghadiri acara orkestra yang dilaksanakan oleh pihak sekolah, sudah
barang pasti Cohen menolak karena kehadirannya akan mengganggu
pertunjukan orkastra tersebut dengan suara-suara anehnya itu namun
kepala sekolah tetap memaksa.
Akhirnya
Cohen hadir di acara pertunjukan orkestra tersebut, kekhawatirannya
terbukti. Cohen mengelurkan suara aneh dan mengganggu seisi ruangan.
Semua penonton memandang ke arah Cohen dengan pandangan marah sambil
memperingatkan Cohen untuk diam namun Cohen sendiri tidak bisa
menghentikan suara aneh yang selalu kelur tanpa dia sadari itu.
Selesai
pertunjukan orkestra kepala sekolah naik ke atas panggung sambil
menayakan kepada penonton “apakah kalian terganggu? Semua penonton
menjawab ‘terganggu”. Kepala sekolah memanggil Cohen naik ke atas
panggung dan di depan semua penonton kepala sekolah menanyakan kepada
Cohen, apa dan kenapa suara aneh itu bisa keluar? Dengan suara
terbata-bata Cohen menjawab pertanyaan kepala sekolah.
Pertanyaan
dari kepala sekolah yang paling menarik adalah “apa yang bisa kami
lakukan untuk membantu kamu?” Cohen menjawab ”saya ingin diperlakukan
dan diberi kesempatan sama seperti orang lain”. Suara tepuk tangan
meriuhkan seisi ruangan. Setelah kejadian itu Cohen bisa sekolah seperti
siswa lain dan tidak didiskriminasikan lagi sampai Cohen lulus sekolah.
*****
Setelah Dewasa. Cohen berhasil lulus
dari sarjananya dan memilih untuk menjadi guru, hal ini terinspirasi
dari guru dan juga kepala sekolahnya dulu yang telah berusaha mengerti
kekurangan pada diri Cohen. Setelah dewasa Cohen masih juga kurang
beruntung dengan penyakit yang dideritanya, lagi-lagi Tourette Syndrome
membuat Cohen selalu gagal dalam dunia kerjanya. Namun hal ini tidak
membuat Cohen patah semangat untuk menjadi guru. Ada tiga orang yang
selalu meneguhkan hati Cohen yaitu Ayah, ibu dan pacar Cohen. Mereka
inilah yang selalu mendampingi Cohen dalam setiap detiknya.
Karena
tekat keras untuk menjadi guru, Cohen mengirimkan surat lamaran kerja
hampir ke semua sekolah yang ada di kawasan tempat Cohen tinggal, tidak
ada satu pun yang mau menerima Cohen dengan alasan Tourette Syndrome yang diderita Cohen tidak akan menjadikan Cohen sebagai guru yang baik dan siswa pun tidak akan menyusukainya.
Akhirnya
ada sebuah sekolah yang bersedia mewawancarai Cohen dimana pihak
sekolah ini melibatkan semua komponen sekolah mulai dari kepala sekolah,
guru dan staf dalam wawancara. Cohen mengakui ini adalah wawancara
terbaik dalam hidupnya karena pihak sekolah sangat menghargai sesi
wawancara bersama dengan Cohen, mereka mendengarkan penjelasan Cohen dengan penuh antusias dan kagum. Dan Cohen pun dipanggil dan diberikan kesempatan untuk menjadi guru di sekolah tersebut.
Cohen
punya trik tersendiri supaya dia tidak ditertawakan oleh siswa di kelas
karena suara aneh yang kerap dikeluarkannya. Hal ini pula yang pernah
Cohen sampaikan pada saat sesi wawancara dengan pihak sekolah. Cohen
akan menjelaskan kepada siswanya apa itu Tourette Syndrome?
Sampai sedetil-detilnya sehingga siswanya mengerti dan bisa menerima
Cohen sebagai guru mereka. Hal ini pun dilakukan oleh Cohen ketika
menjumpai orang-orang yang baru dia kenal.
Cohen
sangat totalitas menjadi guru, dia mengajar sepenuh hati dengan penuh
cinta. Metode-metode unik dan lucu membuat para siswa sangat menyukai
kelas yang Cohen ajarkan. Kelas Cohen sangat menyenangkan. Bahkan para
siswa tidak sabar untuk menunggu hari esok, belajar, bermain dan
bersenang-senang bersama sang guru yang sangat mereka cintai ini.
Karena
telah berhasil menjadi guru yang sangat luar biasa. Cohen di nobatkan
sebagai guru terbaik di kawan itu. Pada saat penyerahan piala
penghargaan Cohen menceritakan bagaimana dia berjuang terhadap penyakit Tourette Syndrome yang dideritanya ini.
Bagi orang lain Tourette mungkin nasib buruk yang harus diterima, tetapi bagi Brad Cohen Sindrom Tourette
adalah guru terbaik di dalam hidupnya. Karena kehidupannya yang sulit
di masyarakat, membuat dia berjuang untuk mewujudkan cita-cita tersebut
yaitu menjadi guru.
*****
Film
ini penuh dengan inspirasi yang disampaikan dengan gaya yang ringan,
gampang dicerna dan tidak rumit. Berbagai scene yang ditampilkan dalam
film ini benar-benar sangat menyentuh hati, terlebih pada mereka yang
sering menganggap sebelah mata orang-orang cacat.
Pelajaran
luar biasa dari film ini adalah jangan pernah menyerah seburuk apapun
cobaan yang Allah berikan pada kita, karna pada akhirnya, selalu ada
jalan untuk mencapai kebahagiaan. Allah Maha Adil.
Film "Front of the Class" ini sangat memberikan inspirasi, layak untuk ditonton terutama bagi para guru dan pelajar.
#Darbe. Banda Aceh, 9 Juni 2015.
0 komentar:
Posting Komentar